Senin, 11 Oktober 2010

Restorasi Lingkungan


Setiap individu pastilah mencintai lingkungan, setidak-tidaknya tempat ia tinggal. Sebab selain lingkungan merupakan tempat sejak kecil dimana mereka dilahirkan dan berinteraksi social, dalam lingkungan juga terdapat unsur-unsur seperti: tanah, udara, api, dan air yang merupakan kebutuhan vital manusia. Individu juga mencintai tumbuh-tumbuhan dan binatang karena hampir 90% kehidupan manusia ditopang oleh mereka. Oleh karena itu, sah-sah saja jika manusia diperbolehkan. Hanya saja perlu diingat: jangan berlebihan dan jangan merusak daya dukung yang ada. Maka, sudah saatnya kita memandang lingkungan dengan kacamata yang menyeluruh. Artinya, pelibatan yang kita gunakan ketika berinteraksi dengan alam tidak boleh sebatas rasionalitas yang mendasarkan hitung-hitungan untung-rugi, tetapi harus memasukkan unsur-unsur lain pula, baik emosional maupun spiritual.

Selama ini, niat-niat baik yang telah dilakukan oleh berbagai pihak untuk melakukan upaya pemulihan lingkungan patut kita beri apresiasi. Hal ini bisa dibuktikan dengan diberikannya penghargaan Kalpataru untuk Bangka Belitung dan beberapa penghargaan lain seperti Adipura dan Adiwiyata. Perlu memang berbangga hati mendapatkannya penghargaan-penghargaan itu. Namun ada banyak kalangan yang mempertanyakan apakah pantas Bangka Belitung mendapatkan penghargaan itu?

Sekedar informasi saja, bahwa Kalpataru itu merupakan sebuah penghargaan yang diberikan Presiden kepada orang yang telah berjasa terhadap lingkungannya. Artinya, seseorang yang bisa menjadi pioneer atau leader untuk melakukan sebuah gerakan atau inovasi terhadap lingkungan yang bermanfaat untuk hajat hidup orang banyak berhak mendapatkan penghargaan itu. Sebenarnya sebuah penghargaan jangan hanya dijadikan sebuah masalah siapa yang pantas atau siapa yang tidak untuk mendapatkannya. Namun seharusnya sebuah penghargaan dimaknai sebagai sebuah penyemangat agar mau berlomba-lomba untuk memperbaiki dan melakukan restorasi terhadap lingkungan.


Bangka Belitung adalah sebuah wilayah yang lingkungannya butuh restorasi. Kerusakan alam lingkungan Bangka Belitung harusnya menjadi perhatian seluruh kalangan masyarakat. Selama ini yang terlihat hanya gerakan dari para pencinta lingkungan saja, namun bukan sebuah gerakan yang lahir dari kesadaran seluruh masyarakat terutama masyarakat yang melakukan eksploitasi secara besar-besaran terhadap lingkungan.


Kearifan untuk menjaga lingkungan nampaknya belum terkonstruksi dalam mindset juga mindstream masyarakat. Kepedulian dan kepekaan terhadap lingkungan hanya terlihat sedikit orang yang baru sadar pentingnya untuk selalu menjaga ekosistem yang ada. Hutan, laut, dan daratan merupakan sirkulasi pembantu hidupnya lingkungan dan manusia. Bayangkan jika salah satu sirkulasi rusak dan tidak berjalan?


Sesungguhnya dipercayai bahwa kearifan local yang dimiliki oleh masyarakat mampu untuk tetap menjaga ekosistem lingkungan. Bahwa pantangan-pantangan atau mitos yang ditelurkan oleh masyarakat ampuh untuk melindungi alam agar tetap terjaga. Ini bukan berbicara takhayul, namun ada sebuah upaya untuk kelestarian lingkungan yang lahir dari masyarakat berupa kearifan local.


Sejauh ini, restorasi yang dilakukan oleh para pencinta lingkungan nampaknya hanya sebatas pemulihan, reklamasi, dan penanaman. Seharusnya ada sebuah upaya yang dilakukan agar restorasi tidak hanya berhenti dan selesai sampai disitu. Contohnya selama ini jika melakukan penanaman mangrove maka selesai penanaman akan ditinggalkan begitu saja tanpa ada konservasi lanjut yang dilakukan. Contoh lain jika melakukan penanaman pohon maka hanya menanam saja, setelah itu tidak ada upaya pemeliharaan terhadap pohon tersebut karena hanya dibiarkan tanpa dirawat dan dipelihara.


Nampaknya isu seputar lingkungan merupakan hal yang hangat untuk diperbicangkan. Dimana seluruh kalangan berlomba-lomba untuk mendapatkan label cinta lingkungan. Sejujurnya sebuah hal yang positif melakukan sebuah aksi atau gerakan sadar dan peduli lingkungan. Tapi jangan merupakan upaya untuk mendapatkan sesuatu, melakukan pencintraan, atau lain sebagainya.


Keseimbangan ekosistem lingkungan merupakan hal yang paling urgent untuk menjadi perhatian kita bersama. Harapan untuk merasakan kembali hijaunya Bangka Belitung yang dulu menjadi kerinduan semua elemen masyarakat. Mudah-mudahan pemerintah memiliki inisiatif untuk melakukan sebuah upaya restorasi yang berkelanjutan. Misalnya membuat undang-undang atau kebijakan peraturan daerah tentang pemeliharaan lingkungan, mengkampanyekan sustainable society, melembagakan kembali kearifan-kearifan local tradisional yang dulunya dimiliki oleh masyarakat, edukasi konservasi terhadap anak-anak sekolah dan melahirkan sebuah wisata yang mengajak turis local maupun mancanegara untuk melakukan penanaman disetiap jengkal daratan yang rusak kemudian melakukan pungutan uang pemeliharaan terhadap tanaman tersebut sehingga mendapatkan perawatan. Ada sebuah kenang-kenangan yang mereka tinggalkan saat meninggalkan Bangka Belitung dan saat mereka kembali, mereka masih dapat melihat tanaman mereka. Ini juga merupakan sebuah upaya agar mereka bisa kembali datang berkunjung ke Bangka Belitung.


Pengelolaan dan pemeliharaan alam jangan hanya dipandang dalam kacamata yang saling berbenturan ekonomi. Ia harus dilihat dalam kerangka keharmonisan, baik keharmonisan antar satu generasi dengan generasi selanjutnya. Saatnya kita mulai membangun kesadaran ekologis (ecological awareness) yakni kesadaran lingkungan untuk mewujudkan keberlanjutan lingkungan untuk generasi yang akan datang.


Untuk itu, restorasi lingkungan merupakan sebuah hal yang penting untuk dilakukan. Semua ini bukan hanya tanggung jawab sebagian kalangan, namun menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mulai menstimulus kesadaran akan kepedulian dan kepekaan terhadap lingkungan. Diharapkan setelah Kalpataru diraih oleh Bangka Belitung, kedepannya ada sebuah semangat yang tumbuh dalam diri pribadi bukan untuk berlomba-lomba mendapatkan penghargaan lingkungan namun berlomba-lomba untuk menghargai lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar